Dunia pendidikan di
Indonesia memang tidak pernah lepas dari dinamika perubahan,salah
satunya adalah perubahan kurikulum. Baru – baru ini Kementrian
Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mengeluarkan kebijakan baru penerapan
Kurikulum 2013 untuk satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA.
Kurikulum ini
nantinya akan menggantikan kurikulum yang sudah diberlakukan saat ini
yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa pemerintah akan mengambil alih
pembuatan silabus pada kurikulum baru nanti. Pasalnya, eksekusi KTSP di
lapangan selama ini kedodoran karena kemampuan guru yang beragam dalam
membuat silabus (http://edukasi.kompas.com/,
2013). "Variasi sekolah dan guru itu luar biasa. Ada yang bisa membuat
silabus, ada juga yang tidak. Jadi, kalau guru diwajibkan bikin silabus,
ya remek," kata Nuh. Menurutnya kurikulum yang baru ini guru tak lagi
dibebani dengan kewajiban untuk membuat silabus untuk pengajaran
terhadap anak didiknya seperti yang terjadi pada saat KTSP.
Kurikulum 2013, yang
rencananya diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, masih menimbulkan
pro dan kontra di kalangan praktisi pendidikan. Pihak yang mendukung
kurikulum baru menyatakan, Kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga
tidak membebani siswa, lebih fokus pada tantangan masa depan bangsa, dan
tidak memberatkan guru dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Pihak yang kontra menyatakan, Kurikulum 2013 justru kurang
fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di
sekolah dasar. Ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan
kemampuan guru serta tidak dilakukan uji coba dulu di sejumlah sekolah
sebelum diterapkan.
Pendapat senada juga
disampaikan oleh Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia
(PB PGRI) Sulistyo. Menurutnya kebijakan pemerintah untuk
mengimplementasikan kurikulum berbasis observasi integratif itu dinilai
mengabaikan kesiapan guru. Belum banyak guru yang tahu bagaimana konsep
Kurikulum 2013. Pemerintah tidak mempertimbangkan kondisi heterogen guru
terutama guru di pedalaman, mereka tidak mudah untuk beradaptasi dengan
hal – hal yang baru apalagi dalam waktu yang singkat ( Kedaulatan
Rakyat, 25-01-2013, h.10).
Inti dari Kurikulum
2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif.
Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam
menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi
perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong
peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang
mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran.
Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan
kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap,
ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih
kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa
sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya,
memasuki masa depan yang lebih baik.
Sebenarnya konsep
mengenai kurikulum baru ini sudah pernah muncul dalam kurikulum 1975.
Konsep proses pembelajaran yang mendorong agar siswa aktif dalam
kegiatan belajar mengajar ini sebenarnya sudah diterapkan pada puluhan
tahun silam dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Alasan yang
dikemukakan oleh pihak Kemdiknas mengenai kebijakan perubahan Kurikulum
2013 juga tidak memiliki landasan kuat, bahkan terkesan hanya sekedar
opini atau sudah menjadi rencana kerja. Tidak ada hasil riset tentang
dampak dari KTSP yang membuatnya harus diganti, tentu menjadi pertanyaan
bagi publik mengenai perubahan kurikulum ini.
Belajar dari pengalaman
perubahan – perubahan kurikulum yang rutin dilakukan oleh Kemdiknas
dalam jangka waktu 4 tahunan, pemerintah harusnya jangan sekedar
mengkaji isi substansi dari sebuah kurikulum, namun kajian operasional
penerapan sebuah kurikulum baru di sekolah – sekolah juga patut
diperhatikan. Ada tiga hal yang menyebabkan gagalnya perubahan kurikulum
sebelumnya, yaitu kesiapan guru, kesiapan sekolah, dan kesiapan
dokumen. Kesiapan guru merupakan faktor utama gagalnya kurikulum
terdahulu. Ada baiknya pemerintah melakukan riset terlebih dahulu
mengenai kesiapan guru – guru dan sekolah sebelum menerapkan kebijakan
kurikulum baru agar apa yang telah direncanakan sebelumnya tidak menjadi
hal yang sia – sia.
Posting Komentar